make an appointment
APIK Dukung Program Indonesia’s FOLU Net Sink 2030
Wisatawan domestik hingga mancanegara sering bertandang ke hutan-hutan lestari di Kayong Utara khususnya dan Kalimantan Barat pada umumnya. (Dokumen foto: Istimewa)   Pontianak, APIK. Asosiasi Pengusaha Industri Kayu (APIK) Kalimantan Barat mendukung program pemerintah, Indonesia’s Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030. Arti Bahasa Indonesianya, “Penyerapan Bersih Sektor Kehutanan dan Pemanfaatan Lahan Lainnya (FOLU) Indonesia”.   “Program Indonesia FOLU Net Sink 2030 adalah sebuah kondisi yang ingin dicapai negara, melalui aksi mitigasi penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan lahan, melalui kondisi tingkat serapan sudah lebih tinggi dari tingkat emisi pada tahun 2030,” kata Dedy Armayadi S.Hut, Ketua Umum APIK Kalimantan Barat di ruang kerjanya di Pontianak, Jumat, 11 April 2025.   Ia menerangkan kebijakan ini lahir, sebagai bentuk keseriusan pemerintah Indonesia dalam rangka mengurangi emisi GRK, mengendalikan perubahan iklim yang terjadi, beserta segala dampak turunannya.   “Diproyeksikan sektor FOLU akan berkontribusi hampir 60 persen dari total target penurunan emisi GRK yang ingin diraih Indonesia, melalui upaya sendiri yang biasa disebut skenario CM1. Nah Skenario CM1 adalah skenario unconditional (tidak bersyarat, Red) yang menggambarkan upaya mengurangi emisi GRK tanpa bantuan internasional. Skenario ini digunakan dalam konteks mitigasi perubahan iklim,” timpal Dedy Armayadi, lulusan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura ini.   Dikatakannya skenario CM1, satu di antara skenario yang digunakan Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia. NDC atau kontribusi yang ditentukan secara nasional, merupakan dokumen yang berisi komitmen pemerintah Indonesia untuk mengatasi perubahan iklim.   “Skenario CM1 juga salah satu strategi yang dilakukan Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN) untuk mengurangi emisi dan menjadikan ibukota negara (IKN) karbon negatif pada tahun 2045. Dalam skenario ini, penurunan emisi terbesar diproyeksikan berasal dari LUCF atau FOLU. LUCF singkatan dari land use, change and forestry. Artinya, pemanfaatan lahan, perubahan dan kehutanan,” papar Dedy Armayadi.   Selain skenario CM1, lanjutnya, ada juga skenario CM2 yang merupakan skenario conditional (tidak bersyarat) yang dilakukan dengan bantuan internasional.   “Dalam mengimplementasikan skenario menuju net sink di tahun 2030, diperlukan sumber daya yang sangat besar. Hampir dipastikan pemerintah memerlukan dukungan dan kerjasama dari para pihak, seperi dari lintas kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat, dan lainnya,” ungkap Dedy Armayadi.   Agenda besar Indonesia’s FOLU Net Sink 2030, penegakkan regulasi dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tujuannya untuk memastikan aspek pengelolaan hutan lestari diterapkan oleh Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).   “Pengelolaan hutan lestari oleh PBPH, menjadi salah satu pilar utama untuk melaksanakan agenda besar Indonesia’s FOLU Net Sink 2030,” tegas Dedy Armayadi. (m48)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *