GanisPH penguji kayu gergajian memiliki kompetensi jalankan SIPUHH online tapi kurang diberdayakan toko material maupun bangunan di Kalimantan Barat, diduga kurang siar dari instansi maupun lembaga terkait. Dokumen foto: Istimewa
Pontianak, APIK. Pasokan bahan baku kayu di industri penggergajian kayu pada Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) hutan alam dan hutan tanaman, hanya 1 persen saja di Kalimantan Barat. Kondisi bisa menghancurkan industri penggergajian kayu di daerah.
“Pelaku usaha yang memiliki Perizinan Berusaha Pengolahan Hasil Hutan (PBPHH), sulit dapat bahan baku kayu sah atau legal. Bahan baku kayu PBPHH, terutama pada industri penggergajian kayu, sebagian besar diperoleh dari skema pemanfaatan hutan pemegang hak atas tanah (PHAT) atau hutan hak,” kata Dedy Armatadi S.Hut, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Industri Kayu (APIK) Kalimantan Barat di Pontianak, Senin, 7 Maret 2025.
Ia menerangkan PBPHH kesulitan memperoleh akses bahan baku dari PBPH hutan alam dan hutan tanaman, pemanfaatan kayu kegiatan non kehutanan (PKKNK), izin pemanfataan kayu (IPK), perhutanan sosial (PS), dan skema pemanfaatan hutan lainnya.
“Persoalan lain adalah sebagian besar PBPHH merupakan usaha yang tergolong ke dalam usaha mikro kecil menengah (UMKM) dengan permodalan terbatas. Masih menggunakan teknologi pengolahan sederhana. Hanya akses pasar lokal untuk memenuhi kebutuhan kayu olahan di Kalimantan Barat,” kupas Dedy Armayadi, pemilik toko kayu dan meubelair Berkah Bintangor ini.
Dikatakannya dari 113 unit industri yang ada di Kalimantan Barat, 56 persen di antaranya merupakan industri menengah. Berkapasitas produksi kurang dari 6000 meter kubik pertahun. Kemudian 41 persen di antaranya industri kecil dengan kapasitas produksi kurang dari 2000 meter kubik pertahun. Sisanya, 3 persen industri besar berkapasitas produksi lebih besar 6000 meter kubik pertahun.
“Pelaku usaha pemilik PBPHH juga sering menjadi korban pemberitaan negatif dari media yang kurang bertanggungjawab. Jelas menghambat proses produksi, akibat penghentian operasional produksi oleh aparat penegak hukum (APH) untuk kepentingan pemeriksaan dan klarifikasi,” ulas Dedy Armayadi.
Masalah ditambah lagi, lanjutnya, terdapat persoalan peredaran kayu ilegal atau tanpa dokumen kayu yang sah pada toko material maupun bangunan masih tergolong tinggi. Mengakibatkan harga kayu menjadi rendah di pasaran, imbasnya menurunkan daya saing PBPHH yang mendistribusikan kayu secara sah atau legal.
“Toko material maupun bangunan juga tidak menggunakan sistem informasi penatausahaan hasil hutan (SIPUHH) online, menyebabkan kayu yang tersedia tidak dapat dikontrol peredaran dan legalitasnya,” keluh Dedy Armayadi. (m48)