Cobaan industri kayu legal di Kalimantan Barat, harga dasarnya dipengaruhi fluktuasi harga kayu ilegal. Dokumen foto: Istimewa
Pontianak, APIK. Ada keanehan yang melanda pangsa pasar industri kayu di Kalimantan Barat, harga dasar kayu legal dipengaruhi fluktuasi dari harga dasar kayu ilegal. Harga eceran tertinggi merupakan kuasa pemerintah untuk melindungi konsumen dan menjaga stabilitas ekonomi, patut diduga tidak mampu menyentuh pangsar pasar kayu legal karena kalah dengan kayu illegal yang lebih berkuasa.
“Kajian dari Asosiasi Pelaku Industri Kayu (APIK) Kalimantan Barat, kayu yang beredar di Kalimantan Barat itu 80 persennya kayu illegal. Akhirnya yang terbentuk harga dasar kayu legal, berdasarkan harga ilegal. Akibatnya industri perkayuan legal di Kalimantan Barat, sulit berkembang karena mendapatkan bahan baku legal,” kupas Dedy Armayadi, Ketua Umum APIK Kalimantan Barat di Pontianak, Rabu, 5 Februari 2025.
Dikatakannya pangsa pasar merupakan bagian total permintaan terhadap sebuah produk oleh kelompok konsumen tertentu, berdasarkan kategori tertentu. Seperti berdasarkan kategori usia, jenis kelamin, kelas ekonomi, tingkat pendidikan, perolehan pendapatan, dan lain-lain.
“Beberapa persoalan yang dihadapi industri perkayuan di Kalbar, salah satunya sumber bahan baku yang sulit diakses pelaku industri. Pasar kayu yang sedang berkembang saat ini, didominasi kayu ilegal yang harganya cenderung lebih murah,” keluh Dedy Armayadi, pemilik toko kayu dan meubelair Berkah Bintangor ini.
Masih menurut kajian APIK Kalimantan Barat, sambungnya, pasar gelap dapat berdampak negatif terhadap pasar legal. Seperti merusak daya saing produk lokal Kalimantan Barat, mengurangi pendapatan negara Indonesia, dan mendorong kejahatan di dunia perkayuan.
“Kayu ilegal yang dijual lebih murah, sudah terbukti merusak daya saing produk lokal. Produk ilegal dapat menyingkirkan pengusaha sah berdasarkan peraturan hukum yang berlaku, karena tidak dapat bersaing dengan harga rendah khas ilegal,” ulas Dedy Armayadi.
Industri lokal, imbuhnya, berisiko mengalami kemunduran jika barang-barang impor ilegal terus beredar. Sedangkan dampak terhadap pendapatan negara, penjualan barang-barang kayu ilegal menghindari pajak maupun bea masuk yang seharusnya masuk ke kas negara.
“Pasar gelap menghalangi negara memperoleh pendapatan yang dibutuhkan dalam bentuk pajak dan retribusi bagi pemerintah provinsi Kalimantan Barat. Pasar gelap kayu, mendorong kemerosotan moral, seperti kejahatan dengan segala turunannya,” papar Dedy Armayadi.
Ia menerangkan fenomena peredaran kayu di Kalimantan Barat mencapai 80 persen adalah ilegal, berbanding lurus dengan ekonomi biaya tinggi berupa pungutan liar (Pungli) atau biaya tidak resmi yang sangat tinggi.
“Bisnis kayu itu, punya uang sulit dapat kayu. Kemudian kalau pun punya kayu, sulit dapat untung. Laporan para anggota APIK Kalimantan Barat, Pungli yang beredar di lapangan mengangkangi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di Republik Indonesia,” keluh Dedy Armayadi.
Imbas pangsa pasar kayu legal ditentukan oleh harga dasar kayu ilegal, lanjutnya, merusak industri kayu lokal Kalimantan Barat. Anehnya lagi, bahan baku kayu-kayu legal yang dibentuk dari dari dasar kayu ilegal, menjadi pemasok ke industri pengolahan kayu yang legal.
“Para pelaku industri pengolahan kayu anggota APIK Kalimantan Barat, kita wajibkan mengurus dan mempunyai izin sesuai aturan yang belaku. Regristasi ulang tepat waktu sesuai aturan. Kita wajibkan taat bayar pajak ke negara karena kita niatkan membantu program pemerintah, industri pengolahan kayu yang mendukung hutan lestari untuk kemanfatan dan kemakmuran bangsa dan negara Indonesia,” tegas Dedy Armayadi. (m48)