Seni kriya kayu membutuhkan bahan baku kayu legal yang mendukung program pemerintah, produk industri kayu lestari Indonesia. Dokumen foto: Istimewa
Pontianak, APIK. Asosiasi Pengolahan Industri Kayu (APIK) Kalimantan Barat mendukung program pemerintah, Produk Kayu Lestari Indonesia. Alasannya, industri pengolahan kayu industri yang menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan.
“Pada umumnya konsumen saat membeli, tidak mempertanyakan apakah kayu itu legal atau ilegal. Mereka hanya bertanya soal harga dan membeli di toko yang menjual kayu lebih murah. Konsumen tidak tau, kayu itu diproduksi dengan proses-proses berkelanjutan, lestari atau tidak. Mereka hanya berpikir murah atau mahal,” kata Dedy Armayadi, Ketua Umum APIK Kalimantan Barat di ruang kerjanya di Pontianak, Rabu, 5 Februari 2025.
Diterangkannya Republik Indonesia sampai saat ini, merupakan satu-satunya negara penghasil kayu tropis di dunia, telah membentuk sistem lacak balak dari hulu hingga hilir. Yaitu, Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang sudah tersertifikasi dan diakui secara internasional.
“SVLK berfungsi untuk memastikan produk kayu dan bahan bakunya, diperoleh atau berasal dari sumber yang asal-usulnya dan pengelolaannya, memenuhi aspek legalitas. Kayu disebut legal, kalau asal-usul kayu, izin penebangan, sistem dan prosedur penebangan, pengangkutan, pengolahan, dan perdagangan atau pemindahtanganannya, dapat dibuktikan memenuhi semua persyaratan legal yang berlaku,” ungkap Dedy Armayadi, pemilik toko kayu dan meubelair Berkah Bintangor ini.
Keberadaan SVLK, lanjutnya, telah berhasil membantu dalam memangkas penebangan dan perdagangan kayu liar. Kemudian saat yang sama, memberikan manfaat ekonomi secara nasional.
“Kredibilitas dan penerimaan sistem SVLK di pasar kayu internasional, tidak terlepas dari komitmen seluruh stakeholder (pemangku kepentingan, Red) dalam pelaksanaan verifikasi dan sertifikasi. Termasuk oleh komunitas kehutanan dan lembaga sertifikasi,” papar Dedy Armayadi.
Ia menegaskan pada saat ini, 100 persen ekspor kayu dari Indonesia, bersumber dari rantai pasokan yang diaudit secara independen. Mencakup industri hilir dan hutan sebagai hulunya di seluruh negara Indonesia.
“Hasilnya, nilai ekspor produk industri kehutanan Indonesia ke seluruh dunia mencapai USD11,6 miliar tahun 2019. Meningkat hampir dua kali lipat, sejak implementasi SVLK tahun 2013. Secara nasional, proporsi illegal timber (kayu illegal, Red) menurun dari 80 persen sejak implementasi SVLK. Akan tetapi belum berbanding lurus dengan kenyataan di Kalimantan Barat,” timpal Dedy Armayadi.
Diterangkannya industri pengolahan kayu mengolah kayu atau bahan berkayu menjadi berbagai produk. Sedangkan, industri pengolahan kayu lestari menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan, seperti menghemat sumber daya alam hingga mengurangi limbah kayu.
“Limbah kayu dapat diolah menjadi berbagai produk baru. Seperti, kertas, papan serat, dan bahan bakar kayu. Daur ulang limbah kayu berkontribusi pada penghematan sumber daya alam, seperti pohon yang harus ditebang di hutan,” tutur Dedy Armayadi.
Pengolahan kayu, sambungnya, merupakan disiplin ilmu teknik dalam industri kayu. Sedangkan teknik kertas, merupakan subbidang pengolahan kayu.
“Industri pengolahan hasil hutan kayu (IPHHK), kegiatan pengolahan kayu bulat, kayu bahan baku serpih, dan atau biomassa kayu, menjadi barang setengah jadi maupun barang jadi. Ragam produk pengolahan kayu ada empat. Yaitu, penggergajian kayu, panel kayu, serpih kayu, dan biomassa,” papar Dedy Armayadi. (m48)